Problemnya si Mezzo

Enam tahun gabung di paduan suara, dan saya masih belum pernah menuliskan jenis suara di biodata saya di social media manapun.

Konon, orang bakal dengan bangga menuliskan tempat kerjanya sekarang, kampusnya, movie they watched, songs they’re listening to, and so on. Nggak jarang juga kan, di bio Instagram kita lihat seseorang dengan keterangan ‘a blogger’ di bawah namanya. Atau ‘pianist, ‘drummer’, ‘CEO of…’, ‘fashion design student’. Kalau gitu harusnya saya bisa menuliskan ‘mezzo-soprano’ untuk bersanding dengan nama saya.

Beberapa rekan saya yang gabung di choir pun melakukan hal  yang sama, menuliskan jenis suaranya di social media. 

Saya sih gaaaaaateeeeel banget pengen juga menuliskan status saya sebagai suara bawahnya sopran. Tapi selalu saya urungkan karena merasa ilmu saya belum cukup keren untuk bisa menyebutkan posisi tersebut. Say, I am just being over. Tapi melihat banyak senior yang sudah melanglang buana, diri ini rasanya ciut. Merasa belum apa-apa tapi kok berani menyebut diri ‘a mezzo-soprano’?

Coba bandingkan dengan pelatih saya yang sudah tampil di banyak opera, pelatihnya pelatih saya yang sudah membawa choir Indonesia ke Grand Prix, saya cuma ampas tahu. Jangankan mereka, teman saya sudah gabung ke choir yang masuk ke Grand Prix itu, teman saya lebih jago baca not balok, teman saya ngeles di soprano kawakan, teman saya sudah tampil di resital, teman saya range suaranya lebih tinggi, teman saya ini, teman saya anu, saya cuma tahu.

Sure, I am still nothing. Tapi saya bangga bisa mencapai banyak hal sejauh ini. Dengan bergabung di paduan suara, saya mengenal banyak macam orang, berbagai ras dan kelakuan. Saya mengenal musik lebih baik lagi dan mampu memahami istilah yang sebelumnya buat saya hanyalah bahasa Latin dan Italia yang susah. Saya semakin akrab dengan suara yang padu, sehingga saya bisa memutuskan sebuah lagu pop layak didengarkan atau tidak. Saya semakin mengenal chord, dari yang normal sampai yang aneh. Saya menemukan banyak kesempatan, dan saya senang tidak melewatkan.

Menjadi ‘mezzo-soprano’ buat saya lebih dari sekedar nama. Banyak hal terangkum di dalamnya. Tersimpan kemenangan, kekalahan, persahabatan, cinta, perjuangan, pencapaian, dan segala hal lain yang terlalu, terlalu sentimentil.

Jadi kalau boleh saya berkenalan disini, perkenalkan, nama saya Puri, mezzo-soprano.

One thought on “Problemnya si Mezzo

Leave a reply to Oktora Simbolon Cancel reply